Menatap Langit Jakarta Dengan Kapal Pinisi De Kartini

Menatap Langit Jakarta Dengan Kapal Pinisi De Kartini

Menatap Langit Jakarta Dengan Kapal Pinisi De Kartini – Sebagai negara kepulauan, sebenarnya kelautan Indonesia memiliki potensi pariwisata yang sangat besar. Sayangnya, masih belum banyak wisata air keren di Indonesia, terutama di Jakarta.

Tapi jangan salah, sebenarnya Jakarta juga bisa menjadi tempat wisata air loh. Buktinya, ada kapal pinisi yang bisa menjadi alternatif pilihan wisata kelas atas. Dengan kapal ini, bukan hanya bisa menikmati sensasi perjalanan air tapi tentunya berkelas. Tapi, tahukah Anda kalau kapal ini dibuat oleh anak bangsa?

Adalah Kunal Topandasani yang membuat kapal pinisi pertama yang berlabuh di Jakarta tersebut. slot

“Saya masih ingat betul pernyataan Pak Jokowi, dia bilang wisata air kita masih kurang, padahal kalau dibandingkan dengan negara luar, alam kita (Indonesia, Red) lebih bagus. Setelah itu, saya langsung membuat ide untuk membuat kapal pinisi khas Indonesia dan ini juga dilakukan untuk mengimplementasikan keinginan pemerintah,” terangnya saat diwawancarai di dalam kapal pinisi De Kartini. https://www.mrchensjackson.com/

Menatap Langit Jakarta Dengan Kapal Pinisi De Kartini

Kunal menjelaskan, untuk bisa membuat kapal itu dibutuhkan waktu satu setengah tahun. Pembuatannya pun dilakukan di Makassar, Sulawesi Selatan. Dia menegaskan, semua yang terlibat dalam pembuatan kapal pinisi De Kartini adalah anak bangsa, mulai dari design hingga pembuatan kapal secara kasar.

“Kapal pinisi De Kartini kita semua yang buat, saya yang bikin design kapalnya. Tapi, untuk urusan interior, saya dibantu sama Ibu Lexi dan Bapak Lucas,” sambungnya.

Nah, karena namanya De Kartini, maka Kunal ingin kapal pinisi tersebut seperti rumah Kartini. Hal ini bisa diketahui dari penamaan ruang yang ada di kapal tersebut. Untuk lantai dasar, dinamakan Ruangan Jepara, lantai dua Ruang 12 April, dan deck kapal dinamakan Habis Gelap Terbit Terang (HGTT).

Penamaan ruang seperti itu menurut Kunal sangat menarik khususnya untuk milenial. Sebab, mereka itu mesti tahu siapa pahlawan negaranya dan dengan cara seperti itu, diharapkan setidaknya bisa mengenalkan Kartini. Tidak hanya De Kartini, kapal pinisi yang dibuat Kunal juga ada dua lainnya. Untuk kapal yang berukuran besar sama seperti De Kartini, nama kapal lainnya adalah De Sartika, sedangkan kapal yang lebih kecil dinamakan Samakamu.

Menatap Langit Jakarta Dengan Kapal Pinisi De Kartini

“Untuk ukuran kapal sendiri, De Kartini ini memiliki panjang kapal 38 meter dengan lebar 8 meter. Kalau ngomongin kapasitas, kapal ini bisa menampung hingga 150 orang. Harga? Di kisaran angka Rp1,1 juta untuk trip ke Pulau Pari, Kepulauan Seribu,” paparnya detail.

Nah, bicara mengenai ada fasilitas apa saja di kapal tersebut, Kunal menjelaskan kapal pinisi khas Indonesia ini memiliki Musala di bagian bawah kapal, dapur, dan tentunya ruang VIP yang kualitasnya nggak bisa diragukan.

Dia juga menambahkan, kapal pinisi ini adalah warisan bangsa Indonesia dan menjadi kebanggaan bagi dirinya secara pribadi bisa membuat kapal tersebut dan dilayangkan di perairan Indonesia. Maka dari itu, di De Kartini juga dilebarkan layar I (Love) JKT sebagai bentuk identitas dari kapal itu sendiri.

Siang itu, langit Jakarta terlihat sangat cerah meski sinar matahari terasa begitu menyengat. Hembusan angin semilir sejuk menjadi satu-satunya sahabat terbaik di tengah cuaca panas ibu kota.

Tepat pukul 15.00 siang, rombongan MNC Media tiba di dermaga Baywalk Mall, Pluit, Jakarta Utara. Kami memenuhi undangan Trizara Group untuk menjelajahi perairan di sekitar Kepulauan Seribu.

Perjalanan kali ini begitu spesial karena menggunakan kapal pinisi hasil karya anak bangsa. Kapal tersebut diketahui bernama De Sartika.

Sebelum naik ke atas kapal, kami dijemput taksi laut berupa kapal “getek” berkapasitas 16 orang. Rombongan kami memang harus menaiki kapal bertenaga mesin ini mengingat lokasi kapal pinisi berada agak jauh dari bibir pantai.

Dari kejauhan, sebuah kapal kayu tampak terparkir kokoh di tengah laut. Interior luarnya didominasi warna putih dengan sentuhan garis biru tua yang semakin mempercantik penampilannya.

Sesampainya di kapal, rombongan langsung disambut senyuman ramah awak kapal yang sudah menunggu kedatangan kami. Sejumlah hidangan lezat pun tampak tertata rapi di atas sebuah meja makan berhiaskan tiga vas berisikan bunga segar.

“Welcome to De Sartika,” kata pemilik kapal, Kunal Topandasani.

Setelah berbincang ringan dan menyantap habis 3 buah risoles, MNC Media memutuskan untuk mengitari kapal pinisi berukuran besar ini. Kapal tersebut rupanya terbagi menjadi 4 area. Pantas saja tampilan luarnya terlihat besar dan megah.

Lantai terbawah dipakai untuk tempat tidur awak kapal. Kemudian ada area main deck (lantai 1) yang digunakan sebagai tempat operasional kapal seperti melepas jangkar, pengoperasi mesin, dan membentangkan layar.

Pada area ini juga terdapat ruangan indoor (VIP) yang dilengkapi kursi dan meja makan. Kemudian di belakangnya ada welcome area yaitu sebuah area khusus untuk menyambut para pengunjung. Di tempat inilah hidangan lezat tadi disuguhkan.

Lanjut ke area upper deck (lantai 2). Di area ini terdapat ruang kemudi yang dihuni oleh kapten dan navigator kapal. Pengunjung bisa dengan bebas mengunjungi ruangan ini sambil bercengkerama dengan sang kapten, atau sekadar mengabadikan foto cantik dengan pose bak pengemudi kapal.

Bagian teratas ada area sun deck (lantai 4). Area ini merupakan spot terbaik untuk bersantai sembari menikmati angin sepoi-sepoi dan live music. Pihak Trizara telah menyediakan puluhan bean bag yang bisa digunakan para pengunjung untuk bersantai, berjemur di bawah terik matahari, dan menikmati senja Jakarta.

Jadi, saat turis asing atau wisatawan lokal melihat kapal pinisi ini, mereka tahu kalau kapal tersebut adalah milik Indonesia dan beredar di perairan Jakarta, tidak hanya di Labuan Bajo. Sensasinya? Sama-sama seru!” tambahnya dengan semangat.

Ada berbagai atraksi menarik yang disuguhkan oleh kapal pinisi De Sartika. Mulai dari berlayar sekaligus menyambangi beberapa pulau di Kepulauan Seribu, hingga menikmati momen matahari terbenam dari atas kapal.

Kebetulan, perjalanan kami tempo hari adalah untuk menikmati senja di Sunset Point. Dibutuhkan waktu sekira 1,5 jam untuk sampai di tempat tersebut.

Tidak perlu khawatir, selama perjalanan pengunjung dihibur oleh berbagai kegiatan menarik. Salah satunya menikmati lantunan musik summer vibes, atau bernyanyi bersama dengan di area live music.

Menjelang detik-detik matahari terbenam, kapal pinisi sengaja dihentikan oleh sang kapten, agar para pengunjung dapat mengabadikan momen magis tersebut.

Oleh karena itu, jangan lupa kenakan busana terbaik Anda, dan bawalah smartphone atau kamera mirror less untuk mendapatkan foto yang spektakuler.

Mengingat sekarang kita hidup di era digital, tidak dapat dipungkiri lagi bahwa eksistensi di dunia maya kini sudah menjadi sebuah keharusan. Nah, di kapal De Sartika ini, hampir seluruh area memiliki spot instagramable yang dapat mempercantik hasil foto.

Ambil contoh di area main deck. Anda bisa mengambil foto selfie dengan latar belakang layar kapal dan hamparan laut biru. Bila ingin mengabadikan momen matahari terbenam, naiklah ke area sun deck mengingat area ini sengaja di desain mengusung konsep open space, seperti rooftop di kafe atau restoran-restoran hits ibu kota.

Ingin punya foto unik dan terkesan mewah? Berfotolah di dekat welcome area. Di sini Anda bisa berpose dengan latar belakang pondasi kapal yang terbuat dari kayu, sehingga tampillannya akan menjadi lebih menarik dan cantik dipandang mata. Bahkan, sekilas mirip seperti saat sedang sailing di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur!

Sedikit informasi, kapal pinisi ini sudah bisa dinikmati pencinta wisata air luxury pada awal Maret 2019.

Sementara itu Owner Jakarta Phinisi, Kunal Topandasani menuturkan bahwa ide awal membuat paket berlayar menggunakan kapal phinisi, setelah dirinya menerima masukan dari sejumlah wisatasan mancanegara (wisman) dan para wisatawan milenial.

“Tamu-tamu saya yang wisman selalu mengeluh, tidak banyak yang bisa mereka lakukan di Jakarta. Setelah sampai, biasanya mereka langsung nyeberang atau terbang ke pulau lain, seperti Bali dan Labuan Bajo,” tutur Kunal saat ditemui di kawasan Pluit, Jakarta Utara.

Selain itu, ia juga menerima banyak input dari konsumen milenial. Mereka menginginkan objek wisata baru, unik, dan memiliki tantangan berbeda. Hal ini tidak terlepas dari perilaku mereka yang hobi bertualang dan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya di internet. Dalam arti lain, saat ini ekspektasi wisatawan milenial sulit untuk diprediksi. Mata mereka sudah terpaku pada Instagram, sehingga merasa sudah bisa melihat ‘dunia’.

“Melihat kebiasaan mereka, saya mulai sedikit tahu bahwa mereka suka atraksi atau objek wisata yang instagenic. Itu paling utama, dan selebihnya memang susah ditebak. Tapi menurut saya mereka itu butuh tantangan yang baru,” jelasnya.

Bila tertarik mengambil paket Sunset Point, Anda hanya perlu merogoh kocek senilai Rp749 ribu saja atau 50 U$D. Biaya ini sudah termasuk tiket kapal dan konsumsi selama perjalaman berlangsung.

So, sudah siap membelah lautan Jakarta dengan kapal pinisi buatan anak bangsa?